BMKG Serahkan Dokumen Gempa dan Penamaan Sesar Sumedang

Hanif Andi Nugraha menyerahkan dokumen terkait gempa dan penamaan sesar Sumedang yang terjadi pada awal tahun 2024 lalu
Hanif Andi Nugraha menyerahkan dokumen terkait gempa dan penamaan sesar Sumedang yang terjadi pada awal tahun 2024 lalu

SUMEDANG, KORSUM.ID – Kunjungan Plt. Deputi Geofisika dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Hanif Andi Nugraha, ke Sumedang tidak hanya sebagai simbol kehadiran, tetapi juga sebagai momentum penting dalam menghadapi tantangan gempa bumi yang dihadapi daerah tersebut. Pada kunjungan tersebut, Hanif Andi Nugraha menyerahkan dokumen terkait gempa dan penamaan sesar Sumedang yang terjadi pada awal tahun 2024 lalu.

Penerimaan dokumen dilakukan oleh Pj. Bupati Sumedang, Herman Suryatman, di Gedung Negara pada Jumat (23/2/2024). Acara tersebut juga dihadiri oleh Deputi Bidang Logistik dan Peralatan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan.

Dalam kesempatan tersebut, Pj. Bupati mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut membahas hasil kajian kerentanan mikrozonasi pasca gempa bumi yang terjadi menjelang awal tahun 2023 dengan kekuatan 4,8 magnitudo.

“Saat itu, kita mengira bahwa ini merupakan bagian dari sesar yang telah ada di sekitar Sumedang, seperti sesar Tanjungsari, sesar Tampomas, atau sesar Lembang. Namun, hasil kajian kerentanan seismik menunjukkan bahwa ini merupakan sesar tersendiri yang dinamakan Sesar Sumedang,” jelasnya.

Menurutnya, kajian ini menjadi masukan berharga bagi Pemerintah Daerah Sumedang untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW).

“Karena mitigasi bencana gempa belum dimasukkan ke dalam RTRW kita, tentu ada perubahan-perubahan yang perlu kita sesuaikan secara proporsional sesuai dengan hasil kajian kerentanan seismik ini,” tambahnya.

Selain itu, hasil kajian ini juga akan menjadi dasar bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).

“Hasil kajian ini akan turut mempengaruhi rencana turunan dan kebijakan teknis. Misalnya, dalam hal perizinan, akan ada perbaikan dan penyesuaian yang harus dilakukan. Mulai dari pembangunan rumah hingga pabrik, semuanya harus memperhitungkan potensi bencana gempa,” paparnya.

Sementara itu, Hanif Andi Nugraha dari BMKG menjelaskan bahwa berdasarkan hasil survei mikrotremor yang mengukur nilai frekuensi resonansi medium tanah, diperoleh distribusi nilai frekuensi resonansi yang beragam di wilayah Kabupaten Sumedang, yaitu antara 1,2 Hz hingga 13,552 Hz.

“Kami merekomendasikan agar peta hasil mikrozonasi ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi RTRW Kabupaten Sumedang dengan mempertimbangkan peta zona bahaya gempa bumi serta lokasi sesar aktif,” jelasnya.

Lebih lanjut, Hanif menambahkan bahwa diperlukan evaluasi terhadap penerapan aturan bangunan tahan gempa yang harus disesuaikan dengan peta bahaya gempa bumi.

“Diperlukan juga survei mikrozonasi lanjutan untuk seluruh wilayah Kabupaten Sumedang guna mendapatkan hasil yang lebih detail yang dapat mendukung penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR),” tandasnya.