Sumedang, KORSUM – Festival Adat Kerajaan Nusantara I (FAKN) 2021 yang dihadiri oleh 44 Kerajaan se-Nusantara. Diharapkan sebagai pendorong ketahanan bangsa dan pemulihan ekonomi dalam menghadapi Pandemi Covid-19.
Demikian disampaikan Bupati Sumedang, H. Dony Ahmad Munir pada acara pembukaan FAKN I di Halaman Gedung Negara, Rabu (29/9/2021).
Selain menjadi ajang silaturahmi, kata Dony, FAKN juga diharapkan dapat menghasilkan lahirnya ‘Deklarasi Sumedang’ untuk mendorong ketahanan bangsa dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan mengakselerasi pemulihan ekonomi.
Untuk itu, Bupati mengajak seluruh peserta untuk bersama-sama menciptakan Indonesia yang digjaya, yang mampu menaklukan gelombang peradaban, bahkan mengukir prestasi di era pandemi.
“Kita ciptakan sekarang juga, kita ciptakan dari deklarasi pikiran kita di bumi Sumedang Larang. Pikiran kita akan melahirkan perkataan. Perkataan akan menentukan tindakan. Tindakan yang dilakukan terus-menerus akan menghasilkan kebiasaan. Kebiasaan itu menjadi karakter dan karakter adalah nasib atau takdir kita. Jadi pikiran itu mencipta,” kata Dony.
Menurutnya, dalam perspektif budaya, Indonesia sangatlah paternalistik dimana baik dan buruknya tatanan kehidupan bangsa dan negara sangat bergantung kepada patron atau tokoh kunci yakni para raja-raja di Nusantara.
“Para Raja yang hadir di Bumi Sumedang Larang saat ini sesungguhnya adalah para patron nusantara yang saya yakin dapat menginspirasi dan menggerakkan kesadaran sosial spiritual bangsa (social movement),” kata Dony menegaskan.
Perhelatan akbar para raja-raja se-Nusantara tersebut dibuka Ketua DPD RI La Nyala Mahmud Mataliti yang ditandai dengan pemukulan Gong dan penyerahan Keris Rahiyang Medang Gumilang di pelataran.
La Nyala Mahmud Mataliti mengatakan, negara Indonesia telah memberikan amanat melalui Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, maka sudah sepantasnya FAKN mendapat dukungan dan dijadikan agenda rutin.
“Sudah sepantasnya, pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dan seluruh aparatur negara memberikan dukungan yang konkret. Sebab amanat Konstitusi yang mengikat, semua elemen bangsa ini telah menyatakan dengan jelas bahwa ‘Negara memajukan kebudayaan nasional,'” ujarnya.
Dikatakan La Nyala, kebudayaan nasional adalah mozaik kebudayaan daerah dan kebudayaan daerah lahir dari nilai-nilai Adiluhung Kerajaan dan Kesultanan Nusantara.
Dengan menarik benang merah sejarah, dukungan negara kepada kebudayaan nasional tercermin dengan dukungan negara terhadap keberadaan kerajaan dan kesultanan nusantara sebagai penjaga marwah kebudayaan daerah serta kearifan lokal nusantara.
“Jika kita tarik sejarah ke belakang. Sumbangsih kerajaan nusantara terhadap lahirnya Indonesia tidak bisa dihapus dalam sejarah. Keberadaannyalah yang melahirkan tradisi Pemerintahan, Penulisan, Pendidikan, Pengobatan, hingga Kemiliteran, baik di darat maupun di laut,” tuturnya.
Ia menyebutkan, sudah menjadi kewajiban DPD RI memperjuangkan Kearifan Lokal melalui Hak Adat dan Budaya Nusantara, dimana negara harus hadir untuk memastikan sejarah dan budaya mendapatkan tempat yang layak.
“Jika pemerintah melalui Undang-Undang tentang Desa mengeluarkan APBN trilyunan rupiah untuk seluruh desa, maka sudah sewajarnya pemerintah mengeluarkan pembiayaan rutin untuk entitas Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Tentu sangat kecil jika dibandingkan dengan Dana Desa,” kata La Nyala.