Budaya  

Gedung Pasifik Cagar Budaya? Bagaimana Dengan Alih Fungsi Gedungnya?

Gedung Pasifik Menjadi Mall Pakaian Bermerk

Sumedang, KORSUM.ID – Gedung Pasifik merupakan gedung Cagar Budaya, dari dulu menjadi gedung bioskop dimasa pemerintahan Bupati Don Murdono berubah menjadi tempat karaoke dan kafe bernama Hariring dan kini berubah kembali seperti mall pakaian bermerk.

Atas hal tersebut di pertanyakan oleh Ketua LSM Laskar Merah Putih Agus Suhendi. Bagaimana dengan Amdal Lalin dari Dishub, lalu SatPol PP kabupaten Sumedang, bagaimana dengan perijinannya dari BPMPT terkait IMB/PBG, ijin (alih fungsi), dan Dinas Pariwisata mengenai ketetapan cagar budaya (jika ada penetapan). Kalau tidak termasuk kategori Cagar Budaya.

“Bahwa gedung tersebut mempunyai sejarah dan arsitek yg sangat mengandung keasrian “gedoeng tempo doeloe” Yang patut dilestarikan atas keasliannya,” ungkapnya saat diwawancarai Rabu (6/10/21).

Dia menyebutkan, UU transfarasi publik bagaimana? Kan ada Ketentuan lembaga sosial masyarakat dan HAM, tidak relevan dengan visi misi Sumedang berkenaan dengan SPBS.

“Dengan ini, kami merasa perlu untuk meminta penjelasan dari pihak yg memiliki kebijakan, terutama kepada rekan pengusaha selaku pelaksana pembangunan Gedung Bioskop Pasifik. Tujuan kami tersebut, berlandaskan pada peraturan pemerintah yang berkenaan dengan kegiatan pembangunan di area publik,” jelasnya.

Selanjutnya, kata dia, atas dasar Undang-undang yang telah mengamanatkan bahwa di setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan wajib transfaran. Dan dengan memperhatikan keselamatan jiwa semua pihak, maka kami laksanakan kewajiban kami selaku lembaga sosial masyarakat sesuai ADRT yang legal dan berkekuatan hukum.

“Setelah kami cermati bahwa kegiatan pembangunan ini kami menduga tidak transfaran serta tidak sesuai prosedur. Karena itu tdk menutup kemungkinan rentan terjadi KKN. Informasi yang kami terima, bangunan tersebut kewenangan Provinsi Jawa Barat, tetapi keberadaannya ada di Wilayah Kabupaten Sumedang”. Ucapnya.

Dari keterangan tersebut, kata Agus, tidak terpengaruh sebab aturan dan anjuran pemerintah persoalan melakasanakan kegiatan pembangunan niscaya sama.

“Meskipun gedung tersebut jika bukan cagar budaya, alih fungsi/kegunaan harus dapat penjelasan dari perijinan/BPMPT, apalagi bila disebut cagar budaya yg kemudian berubah wujud. Sama artinya telah melenyapkan sejarah budaya kita”. Katanya.

Kata Agus, Seperti telah diketahui bersama bahwa Sumedang memiliki Dewan kebudayaan yg menjunjung tinggi kazanah SPBS (Sumedang puseur budaya sunda).

“Semua kita tahu gedung pacifik milik Provinsi jabar, namun yg akan terkena dampak dari pembangunan tersebut adalah kami selaku warga Sumedang,” tandasnya.

Dia menambahkan, kini mulai terasa antara lain, pejalan kaki merasa riskan atau tidak nyaman, lalulintas kendaraan secara tidak langsung terganggu. Sementara itu Negara kita dengan peraturannya jelas sangat menekankan agar disetiap pelaksanaan pembangunan fisik wajib mengedepankan transfaransi keuangan negara yg dikelola swasta maupun pihak pemerintah itu sendiri.

“Kami mewakili warga Sumedang pada dasarnya sangat gembira atas proyeksi renovasi ini, setidaknya Gedung Pacifik akan terlihat terawat dan bermanfaat”. Ucapnya.

Selain dari wajib transfaran, tambah Agus, dalam melaksanakan pembangunan, patut dicermati bahwa gedung bioskop tersebut sudah menjadi kebanggaan warga Sumadang atas keunikan seni kontruksi, jika memang pemerintah atau siapapun yg memiliki kewenangan atas bangunan itu, menghoarmati dan memahami bahwa kedaulatan ditangan rakyat. Dan sungguh mencintai menyayangi kota Sumedang beserta warga dan budayanya maka oleh karena itu gedung bioskop pacifik kembalikan wujud keasliannya.

“Mun nyaah deudeuh ka lemah cai Sumedang Palire hate tur rasa wargana,” ujarnya dengan logat sunda.