Sumedang, KORSUM.ID – Transparansi Dana Desa, khususnya dalam keterlibatan partisipasi masyarakat dalam Pengelolaan Dana Desa menjadi isu tematik yang dipilih oleh PD Aisyiyah Kabupaten Sumedang dalam Lokakarya yang bertajuk “Diseminasi Rencana Aksi Tematik Madani dan Literasi Kebijakan Daerah Terkait Partisipasi Perempuan Dalam Perencanaan dan Penganggaran Dana Desa Khususnya pada Isu Stunting Di Kab. Sumedang” yang dilaksanakan secara virtual pada Selasa (3/8/2021).
Ketua PD Aisyiyah Sumedang Hj. Isni S.sos mengatakan, berdasar hasil Survey yang telah dilakukan bersama simpul belajar INSUN Madani, ditemukan bahwa salah satu akar penyebab dalam transparansi dana desa di Kabupaten Sumedang adalah kurangnya partisipasi masyarakat khususnya perempuan dalam pengeloaan dana desa (pelaksanaan, perencanaan dan pengawasan (monev).
Maka, tujuan Rencana Aksi Tematik di Kabupaten Sumedang adalah menginisiasi Madrasah Anggaran/Sekolah Anggaran Desa dalam transparansi dana desa di dua desa di Kab. Sumedang.
“Inisiasi ini akan memberikan fasilitasi kepada masyarakat dan memobilisasi perempuan untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam pengelolaan dana desa khususnya pada isu stunting,” kata Isni.
Sementara itu potret stunting di Kabupaten Sumedang sendiri, kata Isni, masih berada di atas rata-rata nasional dan Jawa Barat, yaitu berada di angka 32% menurut data awal di Tahun 2018. Sedangkan, di Jawa Barat sendiri tercatat ada 29,9% atau 2,7 juta balita yang terkena stunting.
“Angka 32 % tersebut berarti dari 100 bayi di Sumedang, 32 orang mengalami stunting,” tuturnya.
Adapun target pemerintah Sumedang untuk kasus stunting turun dari Tahun 2018 sampai dengan 2023. Sementara pada tahun 2020 ditargetkan penurunannya ada di angka 26%, hingga nanti pada Tahun 2023, Sumedang menargetkan penurunan ada di angka 17%.
“Di Kabupaten Sumedang ada 25 desa di Kabupaten Sumedang yang beresiko stunting dan ada 10 desa prioritas pencegahan stunting. Sehingga, dengan target yang cukup besar tersebut, maka harus dibarengi dukungan anggaran dan pelibatan stakeholders strategis khususnya masyarakat dan Pemerintah Desa,” ucapnya.
Lebih lanjut Isni mengatakan, dengan kondisi tersebut diperlukan skala prioritas dan anggaran yang memadai salah satunya melalui dana desa.
Sehingga, akan mempunyai harapan besar karena saat ini Pemerintah Desa memiliki potensi anggaran yang memadai, lebih lanjut tentunya dukungan kebijakan pengalokasian dana untuk kegiatan prioritas.
“Atas kondisi tersebut, upaya yang diperlukan adalah bagaimana pengelolaan dana desa dikelola secara transparan dan akuntabel. Salah satu hal utama dalam upaya peningkatan Transparansi dan akuntabilitas Dana Desa adalah dimulai dari kualitas perencanaan, pelaksanaan, pelaporan hingga monev,” jelasnya.
Masih kata Isni, berangkat dari permasalahan dan kondisi ini, keterlibatan dan kepedulian organisasi masyarakat sipil merupakan hal penting dalam upaya memastikan agar penggunaan Dana Desa lebih baik, berkualitas, transparan dan akuntabel.
“Setiap pembangunan seyogyanya melibatkan kaum perempuan sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan Nasional. Program kesetaraan dan keadilan gender ini tercantum sebagai salah satu strategi untuk mengoptimalisasi peran perempuan Indonesia,” paparnya.
Sedangkan berdasarkan instruksi Presiden tersebut selayaknya, kiprah perempuan dalam setiap perencanaan pembuatan program pembangunan desa dengan alokasi Dana Desa dapat menjadi pedoman bagi setiap Pemerintahan Desa untuk melibatkan para perempuan.
Isu tersebut terkonfirmasi dengan kondisi perempuan pedesaan Indonesia pada umumnya masih termarginalisasi.
“Faktor yang sehari-hari dialami perempuan pedesaan yaitu beratnya beban kerja dan panjangnya waktu kerja perempuan selain mengurusi urusan rumah tangga, perempuan sangat tinggi berkontribusi atas keuangan keluarga. Kemudian, masih rendahnya tingkat partisipasi perempuan dari pada laki- laki pada tahapan proses dan pelaksanaan pembangunan Desa. Dan masih rendahnya peluang untuk meningkatkan kapasitas diri, misalnya masih ada sebagian masyarakat pedesaan yang beranggapan anak laki-laki lebih diutamakan,” tuturnya.
Berdasarkan hasil serangkaian FGD dan diskusi informal untuk menajamkan rencana aksi tematik yang dilakukan oleh INSUN dengan metode 5 Why dan 5 How.
Permasalahan utama transparansi dan akuntabilitas dana Desa mengerucut kepada isu yang terkait dengan penguatan kualitas partisipasi perempuan dalam perencanaan dana desa khususnya pada isu stunting.
“Sedangkan isu mengenai transparansi dan akuntabilitas dana desa disepakati menjadi outcome dari kegiatan ini. Akar masalah dari Kurangnya partisipasi perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan di Desa yang teridentifikasi,” kata Isni menegaskan.
Dalam lokakarya tersebut dihadirkan narasumber dari Kepala Bidang Kesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang Nia Sukaeni, SP.,MM, Kasi Bina Tata Usaha Keuangan Desa DPMD Sumedang Siti Andjarini, S.Sos dan dari perkumpulan Inisiatif Nandang Suherman, Sedangkan yang menjadi keynote Speaker Kepala BAPPPPEDA Sumedang Hj. Tuti Ruswati, S.Sos.,M.Si.