Perwali Bogor Terkait Sanki Pelanggaran PSBB Telah Sesuai Perpu

BOGORTerbitnya Peraturan Walikota (Perwali) Bogor Nomor 37 Tahun 2020 tanggal 12 Mei 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penerapan Sanksi Pelanggaran PSBB Dalam Penanganan COVID-19 Di Kota Bogor, telah sesuai peraturan perundang-undangan.

Kepala Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia Setda Kota Bogor Alma Wiranta, dalam keterangannya, Bogor, Jawa Barat, Minggu (17/5/2020) mengatakan peraturan dimaksud adalah Perda Kota Bogor Nomor 11 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kesehatan, yang tertuang dalam pasal 11 ayat (2), pasal 12 ayat (1) huruf b, huruf e dan huruf f UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah, terakhir UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah.

Kemudian Perda Kota Bogor No 11 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kesehatan, dalam pasal 5 huruf d, sesuai dengan disebutkan di pasal 15 ayat (1) UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Per-UU-an yang diubah dengan UU Nomor 15 tahun 2019.

“Menyangkut materi muatan mengenai ketentuan sanksi administrasi dan sanksi pidana telah dituangkan dalam Perda tersebut,” ucap Alma.

Terkait Perwali 37/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penerapan Sanksi Pelanggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam penanganan Covid-19 di Kota Bogor, hal itu kata Dia, sudah sesuai amanat dari Pasal 126 ayat 2 dan 3 yang isinya sama diatur dalam Pasal 5 ayat (5) Permendagri Nomor 80 tahun 2015 tentang Penyusunan Produk Hukum Daerah sebagaimana diubah dengan Permendagri No 120 tahun 2018.

“Pada Pasal 126 ayat (1) yang berisi beberapa pasal, maka merujuk pada pasal 122 ayat (3) juncto pasal 121 Perda No.11/2018, itu jelas, tinggal baca saja,” ucapnya.

PSBB Merupakan Kebijakan Pusat

Lanjut Alma, PSBB yang merupakan kebijakan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disetujui untuk diterapkan di daerah adalah untuk melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau bahaya terhadap kesehatan, dalam hal ini wabah Corona Virus Disease-2019.

“Sehingga kebijakan Pemerintah Daerah harus menggunakan regulasi kesehatan, yaitu kekarantinaan kesehatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 59 UU Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan Kesehatan, selanjutnya dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang PSBB di pasal 2.

“Kemudian oleh Pemerintah Kota Bogor memberlakukan PSBB yang diterbitkan dalam Perwali Nomor 30 Tahun 2020 tentang pelaksanaan PSBB, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/248/2020 tentang Penetapan PSBB di 5 daerah yakni Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat Dalam Rangka Percepatan Penanganan, Covid-19.

“Dan, Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 443/Kep.221-Hukham/2020 tanggal 12 April 2020 tentang pemberlakuan PSBB di 5 daerah itu dengan tujuan PSBB di Kota Bogor adalah “memperkuat upaya penanganan kesehatan akibat Corona Virus Disease- 2019 (COVID-19), yang dicantumkan dalam Pasal 3 huruf c Perwali 30/2020, hal tersebut selaras dengan pengertian Upaya kesehatan sebagaimana tercantum dalam pasal 1, dan pasal 46 huruf e Perda Nomor 11/2018,” ujarnya.

Baca Juga : Hari ke 10 PSBB Tahap II, Tingkat Kepatuhan Warga Sumedang Masih Rendah

Penerapan Sanksi PSBB

Lalu, terkait penerapan sanksi administratif sebagaimana tercantum dalam Pasal 126 Perda Nomor 11/2018 yang subyek hukum diberikan kepada setiap orang, merujuk pada unsur setiap orang dalam pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d Perda tersebut, mengenai kewajiban setiap orang dalam penyelenggaraan kesehatan.

“Sedangkan unsur badan hukum diubah menjadi Korporasi yang dimaksudkan dalam Perwali No.37/2020 adalah kantor, toko, restoran, mall, dan sejenisnya, yang didasarkan kewenangan Pemda aturannya melekat pada Perangkat Daerah Kota Bogor yang membidangi seperti Satpol PP, Dinas Perhubungan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sebagaimana dinyatakan pasal 20 Perwali 37/2020,” papar dia.

Kemudian, di tekankan Alma, logika yang dibangun dalam penerapan sanksi kerja sosial harus didasarkan pada sanksi sosial atas pelanggaran norma dimasyarakat, yaitu jika pelanggar PSBB tidak dapat membayar denda administratif, maka diberi sanksi sosial seperti membersihkan sarana fasilitas umum dan hal tersebut sebagai pembinaan bagi pelanggar.

“Diskresi ini tidak boleh melanggar HAM atau melebihi kewenangan Pemda, hal tersebut merujuk pada Pergub Jawa Barat Nomor 40 Tahun 2020. Terkait adanya Diskresi penerapan sanksi administratif dari turunan Perda Nomor 11/2018 tentang sanksi berupa kerja sosial, sebagaimana dalam Perwali 37/2020, itu merujuk pada pasal 1 angka 9 UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” ungkap Alma.

Oleh karenanya, ucap Alma jika pelanggar tidak dapat membayar denda administratif yang ditentukan, dapat diganti dengan kerja sosial. Dan kerja sosial bukan sebagaimana yang dimaksudkan dalam UU yang menerapkan sanksi Pidana.

“Untuk lebih memahami kedudukan kewenangan Pemda sesuai dengan Pasal 22 UU Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, berbunyi “Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang. Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk, melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum; dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum ” tekan Alma.

Ini juga kata dia, digunakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat dalam pengenaan sanksi administratif bagi pelanggar PSBB. Selain itu, di pasal 125 Perda Nomor 11/2018 tentang Penyelenggaraan Kesehatan juga melibatkan masyarakat.

“terkait hal ini tentunya dilakukan bersama forkopimda, akademisi dan masyarakat setiap evaluasi pemberlakuan PSBB disertai rekomendasi agar pelaksanaan PSBB dapat efektif,” ungkapnya.

Lalu, Pemkot Bogor sebagaimana amanat Pasal 60 Perda No.11/2018 tentang penyelenggaraan kesehatan, mengupayakan bertanggungjawab dalam penanggulangan penyakit Covid-19 sehingga Wali Kota menetapkan kejadian luar biasa dan mengambil tindakan darurat kesehatan dalam rangka penanggulangan wabah penyakit menular, sebagaimana SK Wali Kota Bogor Nomor 900.45-214 tanggal 20 Maret 2020 tentang wabah penyakit akibat COVID-19 sebagai Kejadian Luar Biasa di Kota Bogor.

“Dan, pertimbangan agar pelaksanaan penanggulangan percepatan COVID-19 di Kota Bogor berjalan sesuai prosedur yang cepat, tepat, fokus dan terpadu antar instansi pemerintah, badan usaha, akademisi, masyarakat dan media, maka dibentuk Gugus Tugas percepatan penanganan COVID-19 Kota Bogor,” jelas Alma.

Alma menekankan dengan analisis yuridis ini, diharapkan masyarakat atau pihak-pihak yang belum memahami kebijakan PSBB yang diambil Pemkot Bogor dalam rangka penanganan COVID-19 ini, dia menghimbau untuk mempelajari peraturan perundang-undangan secara komprehensif tidak secara parsial dalam menyampaikan pendapat hanya untuk kepentingan pribadi, upayakan untuk melindungi kepentingan masyarakat Kota Bogor yang lebih luas.

“Saat ini Pemkot Bogor telah mengambil kebijakan untuk melindungi kesehatan masyarakat Kota Bogor dan bersama-sama dengan para pimpinan forum komunikasi pimpinan daerah, melalui evaluasi penyelenggaraan kesehatan dengan menerapkan kebijakan PSBB di Kota Bogor, bukan hanya ketegasan tetapi kasih sayang melalui Program Bantuan Sosial bagi masyarakat yang terdampak COVID-19 dan Program Keluarga Asuh,” ungkapnya.

Sebelumnya Ketua DPC PSI yang juga Advokat Sugeng Teguh Santoso menilai Perwali Nomor 37 Tahun 2020 penerapan saksi administratif dan saksi pidana pada badan hukum dan atau subyek hukum perseorangan adalah sebuah pengekangan, paksaan yang melanggar HAM.

“Sebagai seorang praktisi maupun aparatur sipil negara saya sangat berterima kasih dengan adanya kritik yang membangun bagi kebijakan pemerintah Kota Bogor, prosedur pembatalan produk hukum ada mekanismenya, dan saluran untuk keberatan juga ada wadah aspirasinya, sehingga semua berjalan sesuai aturan,” tegas Alma.

Regulasi Adalah Sebagai Aturan Main

Alma menegaskan, bahwa regulasi adalah sebagai aturan main, prosedur penerbitan maupun pembatalan produk hukum ada mekanismenya, dan saluran untuk menyampaikan pendapat juga disediakan, sehingga semua kepentingan berjalan sesuai aturan.”

Perwali No.37 tahun 2020 secara otomatis tidak perlu diterapkan lagi, setelah PSBB itu tidak diperpanjang di Kota Bogor, saat ini penerapan hanya karena keadaan force mayor (kejadian diluar kemampuan manusia/memaksa/darurat), dan pemberlakuan ini untuk melindungi Hak Asasi Manusia, dan kami sangat memperhatikan hal ini sebagaimana Surat Rekomendasi KOMNAS HAM terkait kebijakan PSBB di Jawa Barat, Nomor 033/TUA/IV/2020,” ungkap Jaksa Madya yang bertugas di Pemkot Bogor tersebut.