Hukum  

Berdalih Eko Wisata Eks Galian C Cileuksa Faktanya Lahan Diekploitasi Diduga Tanpa Ijin

Sumedang, KORSUM-Beberapa tahun silam, sekira tahun 2003, tanah milik Desa Legok Kaler Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang dikerjasamakan dengan pengusaha galian C CV.Bilqis yang dalam MoU-nya bahwa kerja sama tersebut dilakukan selama tiga tahun dengan luas lahan yang dimilki oleh Desa Legok Kaler seluas 16,2 hektar.

Lahan 16,2 hektar itu digarap oleh CV. Bilqis, dengan memberikan keuntungan kepada desa sebesar Rp 7,5 milyar yang realisasi pembayarannya dilakukan selama empat tahap.

Atas hal tersebut, hingga kini kerjasamanya terus berlanjut, namun kerjasama kali ini dengan dalih akan dibangun dengan konsep Eko Wisata oleh pengusaha tersebut untuk kegiatan parawisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, salah satunya akan dibuat embung lahan eks galian yang akan dijadikan sawah sawah.

Namun demikian, fakta di lapangan bahwa ekploitasi lahan terus digali dengan dalih pematangan lahan untuk pembangunan Eko Wisata tapi ijin belum terbit. Terkait dengan Eko Wisata, bagaimana dengan rekomendasi dari Disbudparpora Kabupaten Sumedang?, lalu bagaimana dengan informasi tata ruang? Dan bagaimana dengan IUP, khususnya bagaimana juga dengan ijin peruntukan penggunaan tanah (IPPT-nya)?.

Dikonfirmasi Korsum, Kepala Desa Legok Kaler, Suwarno, mengatakan, bahwa Eko Wisata untuk pemanfaatan kembali agar eks galian akan dibeberes. Ini merupakan program awal ketika pencalonan dan waktu itu ditolak oleh warga. Dan sekarang, dibangun Eko Wisata masyarakat ge jempling ku kuringmah.

“Di Musdes soal Eko Wisata warga yang hadir tidak ada yang menolak dan semua diam teu gandeng, kenapa demikian?, karena memang dimengerti maksud dan tujuannya oleh masyarakat bahwa saya mau membuat embung, makanya saya bertanya ke polisi dan semuanya, bagaimana mekanisme ijin membuat embung?. Apakah membuat sawah juga harus ada ijin?, bagaimana ijinnya?, kalau soal eksploitasi ijinnya pasti ada, apa saya menjual pasir?, tidak sama sekali,” ujar Suwarno, yang merupakan kades PAW ini, Selasa (5/5/2020), di ruang kerjanya.

Ia melanjutkan, membuat embung itu harus pakai biaya, makanya untuk biaya embung tersebut bersumber dari hasil eksploitasi lahan oleh pihak pengusaha dan setelah embung jadi untuk mengairi sawah nantinya, karena itu tujuan Eko Wisata.

“Untuk mengelola hal itu oleh pemerintahan desa menyerahkan ke BUMDES, lalu Bumdes yang berkomitmen dengan pengusahanya yaitu Bunda Bilqis. Didalam komitmen tersebut, Bumdes hanya meminta 20% ke pengusaha dari hasil ekploitasi. Soal ijin Eko Wisata sudah ke PUPR bidang Tata Ruang apakah cocok atau tidak lahan untuk dibangun Eko Wisata, pokoknya saya menyerahkan ke pemda dan bagian hukum terkait dengan ijin ijinnya yang lebih mengerti. Silahkan bereskan ijin-ijinnya, apa saja yang harus ditempuh?, kenapa saya menyerahkan karena saya mengerti aturan,” ujarnya.

Yang menempuh ijin, kata Suwarno, adalah Bumdes dan ijin ijin tersebut sudah ditempuhnya, diantaranya sudah ke Dinas PMD Kabupaten Sumedang, lalu ke bagian Hukum, Dinas Pertanian dan PUPR Bidang Tata ruang, terus ke MPP, berkas ijin sudah ada, lampirannya yaitu dari Musdes.

Waktu bersamaan, dikonfirmasi Media ini, Camat pada Kecamatan Paseh H. Nandang Suparman berbicara mengenai ijin dari eks galian C Cileuksa yang akan dibangun Eko Wisata namun kenyataannya lahan diekploitasi dan hasilnya untuk membangun embung, mengaku bahwa pihak kecamatan belum menerima secara resmi surat apapun terkait dengan pembangunan Eko Wisata.

“Kalau secara resmi bersifat administrasi surat ataupun pengajuan dari Desa Legok Kaler terkait dengan pembangunan Eko Wisata, kami belum menerimanya apalagi lebih jauhnya mengetahui dengan tanda tangan dan cap kecamatan, itu belum ada. Namun, kalau mendengar Eko Wisata, iya kami tahu dari beberpa informasi,” ungkapnya, di ruang kerjanya.

Menurut H. Nandang, bahwa terkait dengan ijin apapun di lingkungan kecamatan untuk pembangunan apapun, ijinnya pihak Forkopimcam yang salah satunya camat akan mengetahui didalam lampiran surat pengajuan tersebut. Jadi, tanpa diketahui oleh camat dan atau Forkopimcam, lalu bagaimana dengan keabsahannya?.**