Hukum  

Marak, Pungli Tagihan Uang Sampah Catut Nama BLH

Tempat Pembuangan Sementara (TPS)

Kota, KORSUM – Marak Pungli (Pungutan Liar) bahkan sudah jadi tagihan liar secara rutin tiap bulan oleh oknum yang mencatut nama Badan Lingkungan Hidup (BLH). Tagihan liar uang sampah kepada warga yang membuang sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau Depo.

Hal itu diungkapkan warga yang tidak mau disebut namanya, namun dia mengaku Karang Taruna yang selalu buang sampah ke salah satu TPS yang ada dilingkungan Sumedang kota.

“Pengelolaan sampah lingkungan desa saat ini ditangani Bumdes, dan Karang Taruna sebagai petugas kebersihan yang selalu buang sampah ke TPS. Namun ada kewajiban yang harus dibayar diluar retribusi yakni bayar uang sampah sekitar 180 ribu plus 2 bungkus rokok, ” tuturnya, Rabu (1/4).

Juru tagih yang ngaku dari BLH itu selalu menyertakan kuitansi. Namun lanjut dia, tagihan uang sampah itu tidak hanya di TPS, tapi hampir setiap toko dan warung bahkan Asia Plasa yang mencapai 300 ribu perbulan.

Ditemui terpisah, Kabid Pertamanan dan Sampah BLH Ayuh Hidayat mengakui maraknya tagihan liar tiap bulan catut petugas BLH dengan alasan uang sampah. Sebab kata dia, marak itu tidak hanya di kota, namun di beberapa wilayah luar kota.

BLH tidak menginstruksikan untuk lakukan pungutan diluar retribusi, sehingga dipastikan ada inisiatif beberapa oknum warga untuk kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan petugas BLH.

“Kami sudah lakukan pengecekan yang tidak hanya ke TPS tapi ke beberapa toko dan warung termasuk Asia Plasa. Ternyata tagihan liar itu didapati kuantansi atas nama seseorang yang bukan dari petugas BLH, ” jelas Ayuh diruang kerjanya, Jumat (3/4).

Sehingga lanjut dia, akan lakukan penjebakan atau OTT terhadap oknum yang sudah merugikan dan mencoreng lembaga (BLH). Jika berhasil maka akan diproses secara hukum.

Sementara menurut Kepala BLH Yosep Suhayat menegaskan, pihaknya akan melakukan pembenahan internal termasuk menyusun regulasi pungutan atau tagihan sampah diluar retribusi.

“Aturan itu sudah ada di Perda, tapi harus disusun lagi dituangkan dalam Perbup. Namun dalam penyusunan Perbup itu ada beberapa kendala diantarnya dengan adanya wabah corona sehingga tertunda lagi, ” ujarnya.**