Mana yang Paling Berdampak, Wisata atau Mudik Kemarin?

Nadilla Luthfiany Aditya Harlin, Mahasiswi Telkom University Bandung

Oleh : Nadilla Luthfiany Aditya Harlin

Pemerintah telah menerapkan aturan mengenai larangan mudik saat lebaran kemarin. Namun peraturan tersebut tidaklah terlalu berdampak karena kenyataanya banyak masyarakat yang bisa lolos dari pantauan dan pulang ke kampung halamannya. Larangan tersebut bertentangan dengan dibukanya tempat wisata dan tingginya tingkat mobilitas masyarakat daerah yang ikut andil dalam menyumbang kenaikan angka covid-19.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pandemi Covid-19 memberikan dampak yang luar biasa pada segala aspek kehidupan, tak terkecuali perekonomian yang dibuat lumpuh selama satu tahun lebih. Banyak karyawan yang terpaksa di PHK karena perusahaan tempat mereka menyambung hidup terkena imbas dari pandemi sehingga harus melakukan pengurangan karyawan atau bahkan tutup permanen karena tidak tahan dengan bantingan keras di tahun ini.

Pada akhirnya para mantan buruh dan karyawan tersebut dibuat luntang lantung di kota perantauan tanpa pekerjaan dan penghasilan karena langkanya lowongan pekerjaan. Momentum lebaran kemarin merupakan kesempatan bagi mereka yang sudah kebingungan untuk pulang ke kampung halamannya, namun sayangnya pemerintah memberlakukan larangan keras kepada masyarakat untuk tidak mudik tahun ini. Akhirnya mereka melakukan segala cara agar bisa pulang ke rumah dengan membawa resiko penularan virus yang akan berimbas pada kenaikan angka Covid.

Di sisi lain, pemerintah memberikan kelonggaran pada tempat-tempat wisata, mall dan tempat hiburan  untuk perlahan-lahan menyokong perekonomian yang masih jauh dari stabil. Tentu saja dengan protokol kesehatan yang diterapkan dengan ketat sebagai syarat, meski resiko penularan di tempat keramaian tersebut sama besarnya.

Seperti simalakama. Jika tempat-tempat hiburan ditutup, maka perekonomian akan sekarat dan semakin banyak pula buruh dan karyawan yang kehilangan mata pencahariannya, mengingat bahwa sektor pariwisata memiliki peran penting dalam perekonomian negara. Bukan hanya karyawan, tempat-tempat wisata dan hiburan yang lama tidak terpakai dan terlantar maka lama-kelamaan akan  rusak, hingga pada akhirnya para pengelola harus mengeluarkan biaya lebih untuk melakukan perbaikan.

Tapi tentu saja pemberlakuan kembali tempat-tempat hiburan dan wisata juga menyumbang resiko yang besar terhadap kenaikan angka Covid, menilik dari masyarakat yang sepertinya belum teredukasi sepenuhnya mengenai protokol kesehatan. Kenyataannya di lapangan, masih banyak orang-orang yang lalai dan bahkan tidak memedulikan himbauan pemerintah. Peraturan mengenai protokol kesehatan di tempat-tempat wisata dan hiburan terasa seperti formalitas saja karena pada akhirnya penerapan peraturan tersebut akan berjalan efektif jika tingkat kesadaran masyarakat tinggi akan pentingnya 3M.

Hal tersebut menjadi pertanyaan besar, mengapa masih banyak masyarakat yang acuh akan protokol kesehatan di tempat-tempat hiburan dan pariwisata. Apakah karena peraturan yang ditetapkan di setiap tempat tidak sama ketatnya? Atau memang melanggar aturan sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di dalam masyarakat kita? Sudah tepatkah para pengelola mengimplementasikan peraturan tersebut? Poin-poin tadi harus dipertanyakan dan ditinjau kembali, karena tempat-tempat hiburan dan wisata dapat menjadi boomerang yang mematikan. Bukannya meringankan, malah semakin memperberat keadaan.

Peraturan akan larangan mudik saat lebaran kemarin begitu ketat, masyarakat diminta menahan diri untuk tetap berada di daerah masing-masing. Pengamanan dan pengawasan juga dilangsungkan saat sebelum dan setelah idul fitri. Namun pemerintah lupa akan tingginya tingkat mobilitas masyarakat di teritorial mereka masing-masing. Seharusnya, pemerintah juga memberlakukan peraturan dan melakukan pemantauan secara menyeluruh jika tujuan dari larangan yang mereka terapkan adalah untuk mencegah kenaikan angka covid-19.

Selain mempengaruhi kondisi ekonomi, Covid juga ikut andil dalam memberikan dampak pada kesehatan mental. Stress dan tekanan yang dirasakan oleh pelajar, pegawai, dan berbagai lapisan masyarakat meningkat disaat pandemi karena berbagai faktor. Kita dipaksa untuk beradaptasi dan menerima keadaan yang berubah secara mendadak ini tanpa persiapan apa-apa.

Maka dari itu lockdown yang diberlakukan pemerintah saat awal corona masuk mendapat banyak keluhan yang datang dari berbagai pihak. Salah satunya karena sempat ditutupnya tempat-tempat hiburan dan wisata, yang sebelumnya biasa digunakan oleh masyarakat sebagai tempat pelepas penat dan tempat pelarian sementara dari kesibukan. 

Masyarakat membutuhkan sarana pelepasan stress, yakni tempat wisata. Perannya bukan hanya berimbas pada sektor ekonomi saja, namun juga dibutuhkan untuk kestabilan mental masyarakat. Pemerintah tidak harus menutup tempat wisata, tapi pemerintah bisa mengulas kembali kebijakan yang ditetapkan mengenai protokol kesehatan di tempat wisata agar dapat diimplementasikan secara maksimal. Tetap buka tempat wisata namun lakukan pemantauan secara berkala, menjalin kerjasama yang baik dengan para pengelola dan jangan pernah jengah dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai batasan dan aturan aktivitas di era new normal ini.

Pada akhirnya, kedua kegiatan tersebut sama-sama memiliki resiko yang besar dalam menyumbang peningkatan angka Covid jika masyarakat abai dan tidak mengindahkan arahan pemerintah. Masyarakat yang pulang kampung tanpa keperluan mendesak hanya akan menyumbang hal buruk yang tidak perlu, seperti resiko penularan yang mereka bawa dari kota ke tempat asal, menyebarkan ketakutan pada masyarakat lokal, dan lainnya. Mereka yang benar-benar membutuhkan kampung halaman dan bantuan sanak saudara jadi terkena dampaknya.

Begitu pula dengan wisata. Masyarakat harus bisa mengetahui batasan dalam melakukan kegiatan refreshing, tidak boleh asal dan seenak jidat. Mengingat bahwa tujuan utama dari dibukanya tempat wisata saat pandemi adalah untuk menyokong perekonomian negara yang tengah melemah. Jangan sampai pemerintah menutup kembali tempat-tempat hiburan dan pariwisata hanya karena masyarakatnya badung dalam menaati protokol kesehatan. Karena bagaimanapun, masyarakat juga membutuhkan tempat pelepas penat dan stress yang sedang tinggi belakangan ini.

Kedepannya, semoga pemerintah dapat lebih jeli dalam mengawasi serta menerapkan kebijakan untuk masyarakat. Mengingat masyarakat Indonesia yang agak sulit diatur, pemerintah juga harus bisa lebih tegas lagi namun tetap berorientasi pada kepentingan publik.

Masyarakat juga harus bisa bekerjasama dengan pemerintah, mengedukasi diri sendiri serta orang-orang sekitar mengenai pentingnya mengikuti anjuran dan arahan mengenai protokol kesehatan dan larangan-larangan yang diterapkan. Mau bagaimana lagi? kita harus bertahan hidup di era new normal ini dengan aturan dan kehidupan yang sama-sama new.

Penulis adalah Mahasiswa Telkom University Bandung, Isi dari Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.