Menyoal Kenaikan Biaya BPJS Kesehatan, Yang Tidak Peka Terhadap Wabah Covid-19, Ini kata Wakil Ketua DPRD Sumedang

Sumedang, KORSUM – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan batal naik biaya karena judicial review memenangkan gugatannya, namun tidak serta merta begitu keputusan Mahkamah Agung (MA) terbit tidak langsung berlaku tetapi ada tenggang waktu 90 hari.

“Saya meyakini iuran BPJS Kesehatan batal naik karena judicial review Karena judicial review memenangkan gugatan, namun, dalam hal tersebut tidak serta merta begitu keputusan MA terbit tidak langsung berlaku tetapi ada tenggang waktu 90 hari sejak putusan baru dinyatakan inkrah,”ungkap Wakil Ketua DPRD Sumedang Jajang Heryana, SE saat Dikonfirmasi Rabu 8/4/2020.

selanjutnya, kata Jajang, kalau sudah 90 hari Presiden membuat Peraturan Presiden (Perpres) baru pengganti Perpres yang batal karena judicial review dikabulkan MA.

“Sejak putusan baru dinyatakan inkrah, selanjutnya kalau sudah 90 hari presiden membuat Perpres baru pengganti Perpres yang batal karena judicial review dikabulkan MA. Kalau Perpres pengganti sudah terbit tentu tarif iuran BPJS Kesehatan akan kembali ke tarif lama,”ujarnya.

Dia menambahkan, Masyarakat harus sabar menunggu terbit dulu regulasi/peraturan yang merupakan dasar pelaksanaan jika ada pernyataan atau ungkapan dari Pemerintah tentang suatu Hal.

“Pemerintah mengeluarkan kebijakan tidak akan semudah membalikan telapak tangan, dan harus diyakini sepenuhnya untuk kepentingan Rakyat. Jangan sedikitpun punya pikiran negatif terhadap kebijakan permerintah untuk rakyatnya,”terangnya.

Beda halnya apa yang Dikatakan Ketua LSM Laskar Merah Putih Markas Sumedang Agus Suhendi mengatakan bahwa Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

“BPJS Kesehatan harus mematuhi putusan MA yang final dan mengikat ini dengan tidak menaikkan ukurannya. Dalam Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil itu diputus. MA menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi, di antaranya yang terdapat pada UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan yang lainnya,”ujarnya.

Ditegaskan Agus, Jadi Didalam Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai hukum mengikat.

Menurutnya, menyatakan Perpres 75 Tahun 2019 menjadi bertentangan dengan Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

“Undang-undangnya kan mengatakan besaran iuran itu ditetapkan secara berkala sesuai perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak dan di saat kondisi wabah yang tidak bisa di hindari oleh siapapun,”jelas Agus.

Ia melanjutkan, pada saat ini pemerintah juga untuk segera mengeksekusi kebijakan di samping untuk meringankan beban masyarakat karena mau tidak mau wabah covid 19 ini membawa efek domino kepada masyarakat, ekonomi, sosial, budaya dan lain lainnya, harus peka dengan kondisi ini, bukannya terus dipaksakan kenaikan iuran tersebut, apakah mau menunggu reaksi lebih besar dari masyarakat?.

“Selain itu dengan kebijakan pemerintah perihal bantuan sosial yg belum bisa memaksimalkan kemampuan daerah yang terlalu bergantung dengan bantuan pusat dan provinsi. Coba bayangkan dengan dana 500 rb per kk tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan per kerluarga dan dengan kebijakan yg terjadi bahwa yg mendapatkannya juga tidak merata maka bisa menimbulkan konflik konflik di masyarakat,”terangnya.